Kopiitudashat's Blog

July 14, 2009

Maria EM – 070710023 THI 4 Power dan Pengembangannya dalam Teori Perimbangan Kekuatan dan Stabilitas Hegemoni

Filed under: Uncategorized — kopiitudashat @ 8:13 am


Power menjadi konsep utama kaum realis dalam menyikapi hubungan internasional. Tiap negara akan selalu menggunakan power yang dimiliki untuk meningkatkan power yang dimiliki guna mencapai kepentingannya. Jadi dapat dikatakan bahwa power dapat digunakan sebagai alat maupun sebagai tujuan. Misalnya ketika pemerintah Singapura merasa mengalami kekurangan jumlah penduduk yang dikhawatirkan dapat memperbesar chance negara lain untuk menyerang Singapura, maka Singapura dapat mempergunakan power di bidang ekonomi untuk menstimulus pertumbuhan penduduknya, yaitu dengan cara memberi insentif pada keluarga yang bersedia memiliki lebih dari 1 anak. Power ekonomi di sini berfungsi sebagai alat dan power demografi sebagai tujuan yang keseluruhan tujuannya untuk meraih posisi teratas di konstelasi global.
Power ini sendiri tidak mempunyai definisi yang statis. Menurut Robert Dahl, power adalah bagaimana mempengaruhi pihak lain untuk melakukan apa yang kita inginkan sekalipun dia tidak ingin melakukannya . Power sendiri dapat diposisikan sebagai resources maupun sebagai relationship. Pendekatan power sebagai resources menganggap power sebagai milik negara(actual power) , sehingga jika suatu negara mempunyai sumber daya yang besar seperti wilayah teritorial, jumlah penduduk dan bahan tambang yang besar kemudian dikatakan bahwa negara ini dapat digolongkan sebagai negara dengan power yang besar. Pandangan ini dirasa tidak relevan mengingat Indonesia yang memiliki kekayaan resources ditambah dengan letak geopolitik yang strategis ternyata tidak dapat membawa Indonesia menjadi superpower dunia.
Pandangan lain kemudian memposisikan power sebagai relationship dimana power lebih dilihat sebagai hubungan potensial yang dapat meningkatkan power di masa yang akan datang (potential power) . Pandangan ini lebih relevan dalam pertimbangan interaksi antar negara karena ketika negara memutuskan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, maka negara tersebut akan saling menilai power masing-masing. Dalam konteks ini, power adalah bagaimana aktor A dapat mempengaruhi perilaku aktor B. Bagaimana cara kedua negara tersebut saling mempengaruhi adalah dengan memanfaatkan bentuk-bentuk power seperti soft power yang mendoktrinasi pemikiran melalui budaya, ideologi lalu hard power yang mempergunakan kekuatan ekonomi dan politik dan sebagainya.
Power bukan konsep yang dapat diukur dengan mudah –bersifat intangible – karena power bersifat multidimensi. Dimensi pertama adalah scope yang mengidentifikasi aspek yang terlibat dalam area isu. Pengaruh satu negara terhadap satu isu dapat berbeda dengan isu lain. Misalnya power Jepang terhadap Indonesia dalam bidang ekonomi lebih terasa daripada power Jepang ke Indonesia dalam bidang militer. Dimensi kedua adalah domain yang menggambarkan seberapa besar aktor yang dipengaruhi. Suatu negara mungkin memiliki power yang besar di satu region tetapi tidak dapat menguasai region yang lain. Dimensi ketiga disebut weight yang merupakan kalkulasi seberapa besar kemungkinan B dapat dipengaruhi oleh A. apakah Cina yang dapat dengan mudah mempengaruhi kebijakan Vietnam yang notabene memiliki kesamaan ideologi. Dimensi keempat adalah costs, tentang seberapa besar biaya A untuk menguasai B dan seberapa besar biaya B untuk melakukan kepentingan A. Semakin kecil biaya A dan semakin besar biaya B maka power A semakin besar. Dimensi terakhir adalah means sebagai alat untuk menjalankan power itu sendiri. Bisa berupa simbolis seperti propaganda melawan perbudakan ataupun power yang lebih mudah terlihat seperti kekuatan ekonomi, militer dan diplomasi .
Ketika tiap negara akan berusaha mengejar power (struggle of power) seperti pemikiran realis di atas, maka interaksi power akan membentuk tatanan kekuatan dunia dengan kutub-kutubnya. Ketika kekuatan dunia terbagi ke dalam 2 kutub yang berimbang, terjadilah yang disebut Balance of Power (BoP). Pertama kali digunakan oleh Thucydides untuk menggambarkan Perang Peloponesian. Sistem bipolar ini menurut Waltz yang neorealis lebih stabil dan karenanya menjamin perdamaian dan keamanan yang lebih baik dibanding dengan sistem multipolar . Perimbangan kekuatan kedua negara superpower akan memelihara sistem yang ada karena dengan memelihara sistem mereka dapat memelihara diri sendiri. Perdamaian ini dapat dijelaskan melalui beberapa alasan. Pertama, jumlah konflik negara-negara berkekuatan besar lebih sedikit dan hal itu mengurangi kemungkinan perang negara-negara berkekuatan besar. Kedua, lebih mudah menjalankan penangkalan karena jumlah negara berkekuatan besar yang terlibat lebih kecil. Ketiga, minimalisir miskalkulasi untuk melakukan aksi.
Namun idealisme perimbangan kekuatan ini tidak memiliki definisi maupun indikator yang jelas. Ambiguitas yang muncul lebih kepada hakikat negara yang akan selalu mencari power untuk menjadi penguasa tunggal dan bukan untuk keseimbangan sistem. Ketidakjelasan ini oleh Ernest Haas digambarkan dalam 8 arti berbeda tentang BoP yaitu distribusi kekuasaan, proses penyeimbangan, hegemoni dan upaya mencari hegemoni, stabilitas dan damai, power politics secara umum, sejarah hukum universal dan sistem yang mengarahkan pembuat kebijakan .
Kritik yang muncul kemudian menyerang tujuan BoP sendiri yang menurut Bolingbroke, Gentz dan Castlereagh untuk menyelenggarakan hegemoni dunia, menyiapkan sistem dan pendukung sistem itu sendiri, menjamin stabilitas dan keamanan bersama, serta menjamin perdamaian abadi . Tujuan ini kemudian dimanifestasikan ke dalam cara-cara yang mendapat sorotan karena menjalankan politik tidak etis seperti adu domba, bantuan restrukturasi pasca perang, pembangunan daerah penyangga, aliansi, area pengaruh, intervensi, diplomasi, penyelesaian konflik secara legal, perlucutan senjata, perlombaan senjata serta perang. Karena kepentingan nasional suatu bangsa dapat menjadi ancaman bagi negara lain maka BoP yang secara teori menghindari perang ternyata malah menyebabkan perang itu sendiri.
Jika BoP menggambarkan struktur power yang bipolar, maka sistem unipolar dapat dijelaskan dengan Teori Kestabilan Hegemoni (hegemonic stability). Ketika struktur dunia dimaknai sebagai struktur unipolar, maka power akan terkonsentrasi pada satu kutub dan memunculkan aktor dominan yang menguasai dunia dengan kekuatan ekonomi dan militer. Hegemon ini akan membawa dunia internasional menuju kestabilan.Jika realis melihat power sebagai perhatian utama yang akan diperjuangkan oleh tiap negara maka kaum transnasionalis melihat power akan selalu terlibat dalam perubahan. Arti power menjadi lebih persuasif dan tingkat kekerasan nya lebih berkurang . Saya pribadi juga melihat ketidakjelasan konsep BoP, tentang seberapa seimbangkah keseimbangan yang dimaksud, atau keadaan seperti apakah yang dapat dikatakan seimbang.
Teori hegemonic stability berakar pada pemikiran merkantilis tentang politik yang memimpin ekonomi walaupun tidak sepenuhnya menganut nilai-nilai merkantilis karena nilai-nilai liberal tetap menjadi poin penting. Kekuatan dominan tidak hanya memanipulasi hubungan ekonomi internasional tetapi juga menciptakan suatu perekonomian dunia yang terbuka berdasarkan perdagangan bebas dimana manfaatnya tidak hanya akan dirasakan bagi negara hegemon tetapi juga semua negara yang berpartisipasi.
Hegemoni atau yang dipahami sebagai dominasi kekuatan militer dan atau politik, diperlukan dalam perekonomian pasar dunia yang liberal karena tanpa hegemoni aturan liberal tidak dapat dilaksanakan. Hal ini berarti jika ekonomi dunia adalah liberal maka dalam ekonomi dunia harus ada kekuatan hegemon. Dalam hegemon diperlukan adanya kekuatan yang bersedia mengambil alih dan mengatur roda perekonomian dunia untuk menjaga stabilitas perekonomian itu sendiri. Dalam menjalankan hegemoni, diperlukan kekuatan-kekuatan utama yang dapat digunakan sebagai alat bargaining untuk meraih kekuatan lain. Dalam teori ini, diperlukan adanya satu aktor yang muncul dengan kekuatan dominan untuk menjamin segalanya berlangsung lancar. Kekuatan ini diwujudkan dalam bentuk institusi yang menjadi fokus neoliberalis.
Teori Hegemonic Stability mejelaskan signifikansi hegemon harus berkaitan dengan sifat barang-barang yang disediakannya. Dalam ekonomi liberal, barang-barang yang dipertukarkan adalah benda bebas dimana suatu benda itu akan memberikan manfaat bagi semua orang dan bukan untuk orang tertentu, misalnya valas, saham dan sebagainya. Keuntungan publik inilah yang kemudian dapat memunculkan free riders yang ingin menikmati keuntungan tanpa harus berkontribusi pada sistem itu sendiri. Efek inilah yang berusaha dihilangkan oleh hegemon. Ketika AS dengan hegemonnya membangun Bretton Wood Systems, maka di balik itu adalah kepentingan AS untuk mengamankan pasar luar negerinya karena sistem itu menyediakan berbagai institusi yang pada dasarnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan AS.
Referensi:
D.A.Baldwin ,2002,Power and International Relations,Handbook of International Relations,pp.177-189
Dougherty,J.E and Pfaltzgraff,R.L.,1971,Theoretical Approaches to International Relations,Contending Theories of International Relations,pp.30-38
Henderson,W.Convay,1998,Conflict and Cooperation at the turn of the 21st century, McGraw-Hill Companies,Inc.
Sorensen,Georg and Jackson,Robert. 1999. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.